Endless Kurnia

All posts in the Endless Kurnia category

Kebaikan Untuk Orang Lain Sejatinya Untuk Diri Sendiri

Published 3 November 2019 by endangkurnia

Saat umroh aku mendapati petugas yang bernama askar. Kucari artinya adalah tentara, pengawal. Memang untuk menertibkan ribuan jama’ah dari berbagai negara dengan macam-macam karakter, kebiasaan dan ‘kebandelan’, diperlukan petugas yang tegas, waspada kalau perlu cerewet, agar suasana dan kondisi sholat berjama’ah di masjid nan agung itu berlangsung khidmat, khusyu dan tertib.

Suatu pagi, aku dan Teh Citra bermaksud sholat tahajud di masjidil haram. Jam 3 dini hari kita sudah sampai masjid, terasa sangat tenang dan damai. Tidak terlalu ramai walau orang-orang tawaf di Ka’bah tak pernah sepi. Setidaknya kita bisa sholat dengan posisi sangat dekat dengan kiblat umat muslim itu.

Waktu berjalan memasuki persiapan Subuh. Jamaah wanita yang sebenarnya bukan berada di dekat Ka’bah diminta mundur oleh para askar. Yang membandel pasti kena intruksi dengan nada tinggi. Kita bukannya mundur malah semakin dekat dengan Ka’bah saking rindu pada Baitullah tapi perbuatan kita itu menyalahi, entah kenapa askar yang terkenal galak itu tak membentak kita justeru mengantar kita menunjukkan tempat dimana seharusnya kita sholat.

Ada yang beranggapan bahwa saat kita umroh/haji maka perbuatan kita akan dibalas di sana. Misal ada jamaah yang bercerita, sewaktu dulu ia seorang pemarah dan saat sholat di masjid ia seringkali dimarahi orang-orang. Ia sadar atas perbuatannya lalu bertaubat minta ampun keesokannya tak ada yang memarahinya saat di Baitullah.

Wallahi, kita selalu mendapat kebaikan dari para askar selama umroh baik di Makkah dan Madinah. Lihatlah foto ini, betapa askar sangat baik tak hanya pada jamaah tapi sesama makhluk Allah.

Sesungguhnya alam sudah memberikan tanda-tanda bagi mereka yang mau memberi dan berbagi kebaikan kepada sesamanya. “Barang siapa berbuat baik, sesungguhnya kebaikan itu untuk dirinya sendiri, dan jika berbuat jahat maka kejahatan itu untuk dirinya sendiri.” (QS Al Isra ayat 7)

Perbanyaklah kebaikan dengan mengerjakan semua aktivitas dengan landasan memberi manfaat kepada diri sendiri dan orang lain, dengan niat ibadah, sukarela tanpa harus dibebani ada balasan materi dari sesama, niscaya kebaikan itu akan memantulkan hasil baiknya.

E. Kurnia

Mensyukuri

Published 15 Agustus 2019 by endangkurnia

Sekalipun berkerudung tak menutup kemungkinan masih bisa melakukan kesukaanku, berenang. Aurat tetap terjaga, kesukaan tetap berjalan. Waktu aku berenang di sungai bersyukur saja dulu semoga bisa berenang di kolam dengan airnya yang bening. Kemudian Allah Swt tambah nikmat bisa berenang di waterboom. Bersyukur lagi.

Bagiku, bencana itu bukan rusaknya rumah atau hilangnya materi. Bencana sesungguhnya adalah hilangnya rasa syukur di hati.
#Alhamdulillah

Akhirnya merasakan berenang seperti di awan di ketinggian dengan kolam sangat bersih. Tahukah kamu traveler, kolam renang model Infinity ala Marina Bay Sands Singapura ternyata hadir di Semarang, Jawa Tengah.

Kolam renang milik Best Western Star Hotel Semarang dinobatkan oleh Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) sebagai “Kolam Renang Terbuka Tertinggi di Hotel di Indonesia”.

Yuk bersyukur untuk hal apapun, supaya nanti Allah Swt tambah lagi nikmatnya.
E. Kurnia

Sa’i Dalam Keseharian

Published 15 Agustus 2019 by endangkurnia

Hakikat Sa’iSaat bekerja sangat payah dan ingin menyerah saat itu pula aku mengingat ibadah sa’i untuk memotivasi diri. Ibadah sa’i intinya adalah sebuah usaha atau pencarian. Sebuah gerakan fisik yang memiliki tujuan dan digambarkan dengan gerakan berlari-lari. Sebagaimana diabadikannya proses pencarian (usaha) air oleh ibunda Siti Hajar untuk dirinya dan anaknya, nabi Ismail as.Setelah tawaf mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali, secara logika aku merasa letih jika harus menjalankan sa’i dengan berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali juga. Tapi logika tak berjalan sama sekali, letih tidak terasa lantaran dibarengi niat suci, justru ketenangan yang didapat seusai sa’i. Jangankan aku jamaah yang masih tergolong muda dalam rombongan, orang tua yang sepuhpun melakukan sa’i dengan sangat semangat.Ibadah sa’i adalah sebuah bentuk usaha yang harus dilaksanakan oleh umat manusia, tak hanya dilakukan saat umroh dan haji. Sai dalam usaha, ikhtiar. Bila tidak berusaha, ia sengsara dalam kehidupannya. Jangan pernah berpikir tentang hasilnya. Pasrahkan semuanya pada Allah, karena hanya Dia tempat manusia berpasrah.Dalam keseharian, pada hakikatnya kita semua melakukan sa’i. Sa’i mencari rezeki untuk keluarga, sa’i dalam belajar menuntut ilmu, sa’i berusaha untuk membahagiakan orangtua, ya semua itu adalah bentuk usaha (sa’i) kita yang akan bernilai pahala yang tiada terhingga jika dimulai dengan shafa (kesucian niat) maka akan berakhir dengan marwah (kepuasan batin).Tentu saja, dalam memulai usaha-usaha di atas sangat memerlukan kesabaran; misalnya saja seorang ayah yang sedang berusaha mencari pekerjaan dan rezeki yang halal, kesulitan dalam pekerjaan, tekanan dari atasan, target pekerjaan yang tinggi, serta beberapa kesulitan lainnya. Atau seorang ibu yang harus merawat sendiri anak-anaknya, ditambah pekerjaan rumah yang tiada akhirnya. Semua pekerjaan dan usaha itu jika diniatkan suci dan tulus karena Allah untuk kebaikan, insyaAllah akan berganjar ridha dan pahala dari Allah.Karenanya, dalam konteks melaksanakan ibadah haji atau umrah, maupun usaha-usaha lainnya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup, selama dilakukan tulus untuk kebaikan dimulai dari kesucian dan diakhiri dengan kepuasan batin, maka semua akan mendapatkan ganjaran dari-Nya, sebab Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui aktivitas dan niat pelakunya.Selamat bersa’i dalam keseharian.
E. KurniaCatatan:
Aku berada di Makkah selama empat hari, hanya nangis dan terus menangis. Foto dan video ini kuabadikan pada hari terakhir di Makkah saat umroh wada dengan tujuan menjadi bahan belajar untuk yang akan berumroh atau haji juga sebagai pelepas rindu pada Makkah.

Panen Pendidikan

Published 15 Agustus 2019 by endangkurnia

Ketika nama Endang Kurnia berada di surat kabar nasional karena tulisan, ketika itu pula benih pendidikan ibu dan bapakku memetik hasil panen atas didikan mereka. Ibuku selalu memfasilitasi beli buku tiap bulan untuk memenuhi hobi membacaku, komputer sudah aku kuasai sejak tahun 2000 lantaran beliau mengkursuskan komputer saat aku masih kelas 1 SMP. Orang tuaku membelikan komputer setahun kemudian. Padahal tahun 2000an itu lembaga-lembaga masih menggunakan mesin tik untuk administrasi. Jika ada yang bertanya siapa guru pertama menulisku? Dialah bapakku. Tiap hari beliau memintaku mengarang cerita apapun sejak aku mulai bisa menulis dan membaca, beliau tidak mengajari, hanya menemaniku belajar. Ibuku tidak sekolah. Bapakku hanya lulusan SD. Edukasi itu tidak melulu di sekolah oleh guru atau pengajar, kasih sayang dengan pengarahan oleh orang tua juga bagian dari pendidikan.

Mimi.. Mama.. Benar kata kalian, aku harus menjadi orang yang berilmu untuk mencapai keberuntungan. Hanya dengan menulis satu kali, uang setengah juta masuk nomor rekening tanpa perlu aku pergi kemana-mana.

Anaknya mama dan mimi yang tidak sekolah.
E. Kurnia

Kepemilikan Atau Titipan?

Published 15 Agustus 2019 by endangkurnia

Hari ini dapat bahan diskusi tentang kepunyaan/kepemilikan. Diskusi dimulai dengan pertanyaan: Di usiamu sekarang, apa yang sudah kau miliki? Lantas, ada yang menjawab: aku sudah punya suami, aku sudah punya anak sekian, aku sudah punya rumah/mobil, punya ini, punya itu dan kepunyaan lainnya.

Semua jawaban yang disebut itu adalah titipan. Bukan kepemilikan. Coba deh baca Qur’an, akan ada banyak ayat menerangkan semua itu milik Allah Swt. Jika Allah titipkan untuk memiliki suami/istri, anak, harta, dan tahta maka pergunakan untuk memiliki amal sholeh yang dapat mengantarkan kita bertemu dengan sang pemilik segalanya, Allah aza wa jalla.

Sudah ah diskusinya. Aku pengen ngemil… ngemilikin kamu untuk bekal bertemu Allah Swt.😉

Cinta Negeri

Published 18 Juli 2019 by endangkurnia

Aku perlu mengkritisi saat pemerintah melakukan kekeliruan dalam kebijakan. Kritik ini bukan karena kebencian melainkan karena cinta pada negeri ini. Tak hanya kritis penuh idealis, menyampaikan kritik sekaligus solusi dengan cara santun sebagaimana yang Nabi Saw contohkan.

Aku wajib mengapreseasi jika ada kebaikan yang dilakukan pemerintah untuk kemajuan negeri. Hal ini bukan karena fanatisme semata, melainkan karena rasa cinta demi kemajuan ibu pertiwi. Memuji kemudian mendukung prestasi yang ditorehkan dengan penuh rasa syukur.

Kurnia dari Allah Swt tiada akhir saat tulisanku terbit di beberapa koran dalam waktu sebulan.

Inilah caraku mencintai negeri ini, Indonesia.
E. Kurnia

NOVEL: CURAHAN HATI IBLIS

Published 29 Desember 2015 by endangkurnia

CURAHAN HATI IBLIS ENDLESS KURNIA

Jauh direlung hatiku yang lebih dalam dari jantung alam semesta ini, aku tahu kemungkaran Tuhan kepadaku bukan karena aku mengingkari keberadaan-Nya. Telingaku telah merekam firman sabda-Nya. Hatiku masih menyimpan ketauhidan yang paling murni bahwa hanya Dia yang Maha Ada dan Maha Tunggal.
Kemurkaan Tuhan karena pembangkanganku enggan melaksanakan wahyu-Nya. Ya, bagaimana bisa aku harus bersujud kepada makhluk Adam. Makhluk yang lebih rendah esensinya daripada aku. Bukankah aku diciptakan dari api. Sedangkan Adam hanya dari sekepal tanah. Tidakkah sepantasnya sujudku hanya kuperuntukkan kepada Dia Sang Maha Kekasih. Salahkah aku…? Aku lari ke sudut-sudut jagad raya. Membawa kecewa dan rasa dendam. Aku lari karena membawa harga diri.

Iblis juga melankolis selayaknya manusia ketika menngungkapkan keluh kesahnya dalam sebuah catatan. Itulah sekelumuit curahan hati iblis. Dimana pada umumnya iblis diceritakan dalam formalitas keagamaan, kini iblis diceritakan dalam prosa kisah sebuah novel yang juga tidak luput dari nilai-nilai Agama. Dengan membaca novel ini Anda akan menemukan lika-liku perjalanan iblis sebagai tolak ukur pelajaran untuk kehidupan makhluk Tuhan.

Catatan Rindu pada Sang Rasul

Published 29 Desember 2015 by endangkurnia

Endless Kurnia

Kerinduan yang tertanam dalam hati bukan seperti kerinduan teman lama yang tak saling menyapa dalam waktu yang sangat lama. Bukan pula kerinduan seorang seorang kekasih yang kehilangan harum cium dalam pekukan kekasihnya yang pergi ke negeri entah. Bukan pula sekedar kerinduan anak kepada orang tuanya saat dingin menyergapnya pada malam yang gigil di negeri yang jauh, atau sebaliknya. Lebih dari itu semua. Kerinduanku serupa kerinduan padang pasir tandus yang luas dan kerontang pada oase. Serupa kerinduan butir-butir pasir yang terbakar nyala fatamorgana kepada titik-titik hujan. Serupa kerinduan bukit-bukit pasir yang haus pada seteguk air ketika langit begitu terbuka dan mempersembahkan terik yang paling menggila, bahkan melebihi itu semua.

Komentar dari mereka yang telah membaca buku ini:

Saya sudah lama mengenal penulis sebagai seorang pecinta yang penuh semangat. Anta ma’a man ahbabta (engkau akan bersama dengan yang engkau cintai). Bayangkan, bila kita benar-benar sungguh mencintai Nabi. Catatan ini bisa mengilhami orang untuk mencintai yang layak dicinta. (Sulis Cinta Rasul)

Setelah membaca catatan ini, saya bisa merasakan dan mengatakan bahwa sang penulis, benar-benar sedang kasmaran dengan “kekasih sejati”nya. Catatan ini bermanfaat, bagi siapa yang ingin merasakan, bagaimana rasanya kasmaran itu. Silahkan membacanya, siapa tau perasaan indah itu menular. Semoga. (Haydar Yahya Cinta Rasul)

Rindu akan melahirkan kerja keras. Adalah dusta mereka yang mengatakan rindu Nabi tapi santai berpangku tangan. Buku yang ada di tangan Anda ini semoga bisa menjadi kontribusi bagi penulisnya untuk memperpanjang barisan para perindu Rasulullah Saw di negeri ini dan mendorong untuk bekerja keras menegakkan cita-cita Rasul. (Hasan bin Ahmad Alaydrus Albatawi , Ketua Umum DPP Ahlulbait Indonesia)

Harga Rp 28.100
Pesan? SMS ke no 082138388988 / 081904221928 —