Berbagi Kasih

Published 16 Januari 2020 by endangkurnia

Kau tau apa yang membuatku paling bahagia? Berbagi, ya berbagi kasih dan sayang. Saat itulah hatiku sangat bahagia.

Inilah kebahagiaanku.

E. Kurnia

Rumah Bu Cartem Jadi, Alhamdulillah…

Published 13 Januari 2020 by endangkurnia

Terus mencari dana sana sini. Mencari donatur atau penderma untuk memberikan donasi dan bantuannya. Akhirnya rumah bu Cartem sudah selesai.

Puji syukur alhamdulillah.

Yang terpenting, ibu Cartem ada tempat berteduh dari panas dan hujan. Aku ucapkan terima kasih untuk semua pihak yg telah membantu.

Mari Membantu

Published 24 Desember 2019 by endangkurnia

Seorang perempuan lanjut usia, Cartem, hidup sebatang kara di RT 02/01, Blok Telukan, Desa Kiajaran Kulon, Kecamatan Lohbener, Kabupaten Indramayu.

Tanpa keluarga dan sanak saudara, Cartem sehari-hari nyaris hidup dalam kesunyian di dalam rumah reyotnya.

Bukan hanya kesunyian yang menyergap, dia bahkan hampir tak bisa berbuat banyak selama tiga tahun belakangan kala kakinya lumpuh setelah terjatuh.

Nenek Cartem telah lama hidup sendirian sejak sang suami meninggal dunia. Selama menikah, dia dan suami tak memiliki anak.

Sementara, keluarga dekatnya tak pernah datang menjenguk. Padahal, mereka diketahui masih tinggal di kota yang sama, hanya berbeda kecamatan.

Dahulu kala kakinya masih bisa berjalan baik, Cartem bekerja sebagai buruh tani. Sayang, tiga tahun lalu ia terjatuh hingga membuat kakinya tak lagi bisa digerakkan.

Di rumahnya berukuran 2×2 meter dan hanya berisi ranjang kayu sederhana dengan kasur tipis di atasnya, Cartem kini terpaksa memampukan diri untuk mandiri dalam keterbatasan.

Rumah Cartem sendiri tergolong memprihatinkan. Tak hanya berukuran kecil, lantainya pun seluruhnya berupa tanah.

Sebagian dinding terbuat dari bilik bambu, sedangkan sebagian lain berupa terpal plastik usang. Pintu rumah itu hanya berupa sehelai kain lusuh.

Saat musim hujan seperti sekarang, angin dingin kerap menyerobot masuk dari celah bilik yang berlubang. Di musim kemarau, suhu yang panas membuat Cartem kerap kegerahan di dalamnya.

Tak ada MCK yang melengkapi rumah Cartem. Untuk urusan buang hajat besar, dia harus menuju halaman rumah dengan memanfaatkan kekuatan tangannya sebagai tumpuan, menggantikan kaki.

Sementara, buang hajat kecil dilakukannya di dalam rumah ke dalam ember-ember kecil yang telah disiapkan.

Meski dengan kondisi itu, rumah Cartem tak pernah beroleh bantuan melalui program perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu) dari pemerintah.

Padahal, tanah tempat rumah itu berdiri milik Cartem sendiri. Kepemilikan tanah diketahui merupakan salah satu syarat seseorang berhak atas bantuan rutilahu.

Bukan saja rutilahu, bantuan pemerintah lainnya pun tak diperoleh Cartem. Ketua RW setempat, Muhamad Hasim mengklaim, telah memasukkan Cartem sebagai warga yang layak menerima bantuan pemerintah.

“Saya cuma bisa mengajukan bantuan ke (pemerintah) desa. Tapi tidak tahu kenapa tidak dapat bantuan,” ungkap Hasim belum lama ini.

Tanpa pekerjaan dan penghasilan, praktis Cartem hanya bisa menerima belas kasih para tetangga.

Oleh karena itu saya mencoba menggalang dana untuk pembangunan rumah layak huni bagi ibu Cartem. Donasi mandiri ini tidak cukup dengan bantuan satu dua orang saja tapi mari kita bergotong royong membantu. Bagi yang ingin membantu bisa menghubungi saya di email kurniaendless@gmail.com.

Bantuan ini bukan atas nama pemerintah, yayasan atau badan kelompok. Murni donasi kepedulian. Saya berikan dokumentasi awal rumah ibu Cartem yang tidak layak huni kemudian masih dalam pembangunan sepetak tanah 3×3 meter. Berikut rinciannya:

Bangun satu kamar 3×3:

— 3 org tukang 1 minggu @120.000 = 2.520.000
— keramik 40×40 –>=10 dus @80.000 =800.000
— batu bata (22x10x5) diperlukan 56 (1 m2) x 9 (tinggi x lebar)x 4 (sisi tembok)= 2000 biji @700 =1.400.000
— genteng @1.000 x 500 biji= 500.000 (alternatif bajaringan)
— semen 10 sak @85.000 = 850.000
— pasir 1/2 truk = 1.800.000
— kayu mahoni lepasan @20.000 x 50 biji = 1.000.000
— kusen jendela dan pintu @500.000 x 2 = 1.000.000

Total = 9.870.000

Kepedulian anda sangat membantu. Terima kasih.

Kebaikan Untuk Orang Lain Sejatinya Untuk Diri Sendiri

Published 3 November 2019 by endangkurnia

Saat umroh aku mendapati petugas yang bernama askar. Kucari artinya adalah tentara, pengawal. Memang untuk menertibkan ribuan jama’ah dari berbagai negara dengan macam-macam karakter, kebiasaan dan ‘kebandelan’, diperlukan petugas yang tegas, waspada kalau perlu cerewet, agar suasana dan kondisi sholat berjama’ah di masjid nan agung itu berlangsung khidmat, khusyu dan tertib.

Suatu pagi, aku dan Teh Citra bermaksud sholat tahajud di masjidil haram. Jam 3 dini hari kita sudah sampai masjid, terasa sangat tenang dan damai. Tidak terlalu ramai walau orang-orang tawaf di Ka’bah tak pernah sepi. Setidaknya kita bisa sholat dengan posisi sangat dekat dengan kiblat umat muslim itu.

Waktu berjalan memasuki persiapan Subuh. Jamaah wanita yang sebenarnya bukan berada di dekat Ka’bah diminta mundur oleh para askar. Yang membandel pasti kena intruksi dengan nada tinggi. Kita bukannya mundur malah semakin dekat dengan Ka’bah saking rindu pada Baitullah tapi perbuatan kita itu menyalahi, entah kenapa askar yang terkenal galak itu tak membentak kita justeru mengantar kita menunjukkan tempat dimana seharusnya kita sholat.

Ada yang beranggapan bahwa saat kita umroh/haji maka perbuatan kita akan dibalas di sana. Misal ada jamaah yang bercerita, sewaktu dulu ia seorang pemarah dan saat sholat di masjid ia seringkali dimarahi orang-orang. Ia sadar atas perbuatannya lalu bertaubat minta ampun keesokannya tak ada yang memarahinya saat di Baitullah.

Wallahi, kita selalu mendapat kebaikan dari para askar selama umroh baik di Makkah dan Madinah. Lihatlah foto ini, betapa askar sangat baik tak hanya pada jamaah tapi sesama makhluk Allah.

Sesungguhnya alam sudah memberikan tanda-tanda bagi mereka yang mau memberi dan berbagi kebaikan kepada sesamanya. “Barang siapa berbuat baik, sesungguhnya kebaikan itu untuk dirinya sendiri, dan jika berbuat jahat maka kejahatan itu untuk dirinya sendiri.” (QS Al Isra ayat 7)

Perbanyaklah kebaikan dengan mengerjakan semua aktivitas dengan landasan memberi manfaat kepada diri sendiri dan orang lain, dengan niat ibadah, sukarela tanpa harus dibebani ada balasan materi dari sesama, niscaya kebaikan itu akan memantulkan hasil baiknya.

E. Kurnia

Cinta Bahagia

Published 3 November 2019 by endangkurnia

Mengapa cinta seringkali membuatmu tak bahagia? Karena kamu menganggap cinta adalah pelarian untuk mencari kebahagiaan ketika hidupmu menyebalkan.

Mengapa cinta tak membahagiakan? Karena mengharap dibahagiakan bukan membahagiakan atas nama cinta.

Cintai aku dengan kebahagian bukan dengan persyaratan.
E. Kurnia

Hari Raya Anak Yatim

Published 10 September 2019 by endangkurnia

Tentu kita pernah mendengar bahwa lebaran anak yatim bertepatan dengan tanggal 10 Muharram (Asyura) atau dikenal Idul Yatama.

Dalam syair-syair Arab, banyak terdapat kata-kata ‘Ied, tetapi yang dimaksud bukan hari raya melainkan hari kegembiraan. Jadi, istilah hari raya anak yatim tidak jauh berbeda dengan istilah Hari Pahlawan, Hari Kemerdekaan, Hari Lingkungan Hidup, Hari Ibu, dan sejenisnya. Hanya semacam momen untuk mengingatkan masyarakat agar peduli kepada nasib anak-anak yatim.

Dalam kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-i wal Mursalin disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa berpuasa para hari Asyura (tanggal 10) Muharran, niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada’. Dan baragsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya“.

Sanad hadits ini memang dhaif (lemah), tapi isinya (matan hadits) boleh diamalkan, karena berkaitan dengan kebajikan (fadla’ilu a’mal).

Kasih sayang kepada anak yatim, tentu saja bukan hanya diwujudkan dengan belaian rambut belaka, tapi juga mengurus anak yatim secara baik dan memberi santunan untuk sandang, pangan, papan, dan pendidikannya. Maka, pemberian santunan bukan hanya dilakukan pada tanggal 10 Muharram saja, tapi juga pada bulan-bulan lainnya.

Jadi, hari raya anak yatim bukanlah hari raya seperti Idul Fitri atau Idul Adha, melainkan momen untuk membahagiakan hati anak yatim. Juga waktu yang tepat untuk mengingatkan orang yang selama ini acuh tak acuh, agar terbuka mata hatinya sehingga mau memperhatikan nasib anak-anak yatim. Momen 10 Muharram tidak pula dimaksudkan bahwa santunan kepada anak yatim hanya berlangsung pada hari tersebut, karena menyantuni anak yatim bisa dilakukan kapanpun dan di manapun.

Dari anak yatim untuk anak yatim.
E. Kurnia

Unbelievable

Published 5 September 2019 by endangkurnia

Aku juga ingin egois, hanya memikirkan keinginanku. Tiap punya uang aku simpan, simpan dan simpan sampai banyak. Aku bisa beli rumah atau mobil mewah. Perhiasan mahal atau gadget canggih menemani keseharianku. Entah kenapa keinginan itu sirna ketika kulihat ada yang lebih membutuhkan uang dibanding aku. Entah kenapa setiap aku dapat uang setiap itu juga mataku melihat ada banyak orang yang perlu kubantu.

Pernah juga aku harus berhutang untuk membantu orang yang kesusahan. Aku berhutang bukan kepada saudara, tetangga atau kerabat. Kenapa tak berhutang kepada mereka? Kau tau, hutang piutang di zaman sekarang itu sudah sangat langka jika tak ada jaminan atas barang berharga yang kita punya. Oleh karena itu, aku berhutang dengan kartu kredit. Ya, aku siap menanggung dosa riba supaya aku tak melihatnya menangis kesusahan. Aku tak punya barang berharga untuk jaminan hutang di bank maka dengan niat yang bulat aku gesek tunai kartu kredit. Bersyukur aku lepas dari jeratan kartu kredit sejak tahun 2016.

Apakah aku berdosa? Pikiranku bertanya. Hatiku menjawab, dosa dan pahala urusan Allah. Urusan kita adalah membantu orang yang kesusahan saat kita tau ia susah, catatan pribadiku: membantulah sebelum ia meminta bantuan.

Sedih rasanya menjadi orang aneh macam aku di zaman sekarang. Aku seringkali dinilai aneh, tak mungkin. Unbelievable person. Jika aku mendapatkan penilaian aneh, dicemooh, aku hanya ingat Rasul. Beliau tak hanya dinilai aneh bahkan dinilai gila. Ya, Rasulullah Saw selalu menghiburku. Beliau tak punya uang sepeserpun untuk disimpan. Beliau hanya punya uang untuk makan sehari-hari. Sampai beliau wafat, beliau punya hutang. Namun yang dihutangi tidak keberatan dan mengikhlaskan padahal keluarga Rasul telah siap membayar hutang dari penjualan baju perang. Ya, Rasul tak punya celengan atau tabungan. Rasul pun menambal pakaiannya sendiri karena tak punya banyak pakaian. Dari sana, aku pun mengikuti. Aku harus hidup sederhana, banyak bersedekah sampai kita tak punya tabungan dan memiliki pakaian sedikit.

Aku kembali berhenti menangis saat ada yang tidak mempercayaiku karena Rasul membersamaiku dan menghiburku.

E. Kurnia

Lebaran Anak Yatim

Published 4 September 2019 by endangkurnia

Bulan Muharram seringkali dikenal bulan bagi lebarannya anak yatim. Rasulullah Saw sangat mencintai anak yatim sehingga beliau mendapat julukan abal yatim, bapak bagi para anak yatim.

Atas dasar itulah saya selalu bercita-cita ingin menjadi ummahal yatim, ibu bagi para anak yatim. Saya ingin selalu berada dekat dengan mereka, menutupi kegundahan hatinya tanpa ibu dan bapak. Saya mengetahui bagaimana rasa rindu kepada orang tua yang telah tiada.

Semenjak ibu dan bapak saya meninggal dunia, kecintaan saya pada anak yatim semakin besar. Saya yang tidak berpenghasilan tetap harus punya uang banyak di bulan Muharram ini, saya harus banyak menulis. Dari menulis di koran saya dapat 50.000,-. Dari uang ini saya sisihkan 20.000 untuk makan saya dan 30.000 untuk memberi jajan kepada mereka yang masih membutuhkan nafkah.

Selama satu bulan ini saya jadwalkan tiap hari bertemu anak yatim dan berusaha memberi tidak sisaan dari uang yang saya punya. Justru kebutuhan saya hasil sisaan dari kebutuhan anak yatim. Saya akan banyak berpuasa untuk bisa memberi sampai akhir bulan Muharram, semoga bisa.

Rasulullah Saw bersabda, Artinya : “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau, serta agak merenggangkan keduanya (HR Bukhari)

Melalui anak yatim ini semoga saya bertemu Rasulullah Saw.

Mendidik Mental Anak

Published 15 Agustus 2019 by endangkurnia

Kuberi nama ia Ali. Karena aku suka membaca asmaul husna ba’da magrib, dimana ada nama ‘aali sebagai salah satu asma Allah dan juga aku adalah pecinta imam Ali radiallahu anh. Ali adalah anak dari adikku, sewaktu ibuku masih hidup beliau tak berkenan aku dipanggil bude maka ibuku mengajari ia memanggilku bunda. Kalau aku pulang ke rumah, kita seringkali bersama-sama.

Aku mulai menyertakan Ali jika ada sebuah acara yang tak jauh dari rumah atau sekedar bertemu dengan teman-temanku. Dengan tujuan jangan sampai Ali menjadi anak pemalu. Melihat apakah ia menjadi pendiam atau tidak, karena saat di rumah ia banyak ngomong. Awal-awal kuperkenalkan dengan teman-temanku ia malu tapi karena aku sering membawanya bertemu banyak orang, ia cepat akrab dan mau merespon orang yang baru dikenal sekalipun.

Akupun mengajak Ali ke sebuah tempat bermain. Salah satunya mandi bola. Sesuatu yang baru biasanya menimbulkan ketakutan apabila tidak dicoba, karena ketidaktahuan anak mengenai hal tersebut. Apabila tidak dibiasakan sejak kecil, anak akan menjadi orang yang mudah khawatir kelak. Dimulai dengan mencoba berbagai permainan baru, rasa makanan baru, juga berjalan-jalan ke tempat baru tentu saja dengan pengawasan yang selayaknya.

Di permainan mandi bola, aku mendidiknya untuk berani. Awalnya Ali hanya mau mandi bola saja. Dia senang dikelilingi bola-bola kecil. Beberapa orang tua yang mengantar anaknya bermain bola hanya menunggu di luar area permainan dan ada pula yang hanya sekedar menemani di dalam area. Tujuanku ke tempat permainan bukan hanya untuk menyenangkan anak tapi untuk mendidik anak. Aku masuk area dan ikut bermain. Biarkan saja itu jadi pemandangan dan penilain berbeda dari orang tua lainnya. Aku ajak Ali naik tangga, aku tuntun. Melihat apakah Ali takut ketinggian atau tidak. Awalnya ia memegang erat tanganku, aku lepas perlahan-lahan dengan memperlihatkan tiang berwarna-warni. Ali mulai melepas pegangan tanganku. Ia tak minta turun, asyik bermain di ketinggian.

Aku perlihatkan seluncuran, dia langsung mundur. Tak mau, ketakutan. Aku contohkan, aku yang berseluncur. Entah apa yang ada di benak ibu-ibu yang menemani anaknya melihat kelakuanku. Yang penting Ali melihatku. Aku berseluncur sampai 3 kali mencontohkan. Aku ajak Ali mendekati seluncuran, ia tertarik tapi masih belum mau ikut. Aku menyemangati lalu ia mau duduk dipangku dan kita meluncur bersama. Yeeaayyy… Berhasil. Ali sudah bisa naik dan turun tangga sendiri. Mau berseluncur walau sesekali aku ikut menemani.

Saat di rumah, aku sangat memperhatikan mentalnya. Sifat-sifat baik yang kutanamkan membuahkan hasil. Tahun ini Ali yang belum genap berumur 5 tahun ingin masuk TK, badannya yang bongsor untuk seusianya tidak menjadikan dia berperilaku sok jagoan. Hari pertama masuk sekolah ia tidak menangis saat anak-anak yang lain menangis dan ingin ditemani ibunya di kelas. Saat perkenalan, ia tak malu-malu. Ia memperkenalkan namanya dengan suara cadel dan lantang. Sekarang, ia mulai malu ditemani ibunya pergi sekolah padahal baru seminggu bersekolah, meminta ibunya tak perlu ikut ke sekolah. Pergi ke sekolah pun tak mau diantar, ibunya membuntuti dari belakang. Ibunya masih khawatir karena Ali belum mengerti uang, jika Ali sudah membedakan nominal uang maka akan diizinkan pergi sekolah sendirian.

Orang yang sukses sejatinya mempunyai keadaan mental yang kuat. Sifat-sifat seperti mandiri, berani, dan bertanggung jawab lahir dari kondisi mental yang mantap, berkat pembentukan serta didikan sejak usia dini. Mental yang kuat berasal dari karakter yang kuat pula. Ayo semangat mendidik anak-anaknya, ayah bunda.

E. Kurnia

Perjuangan Hidup

Published 15 Agustus 2019 by endangkurnia

Rumput Liar Simbol Perjuangan Hidup

Rumput liar yang tumbuh di halaman rumah atau tepi jalan tanpa ada orang yang memperhatikannya. Tanpa ada manusia yang mau menyiraminya. Rumput liar itu terus bertahan walaupun angin kencang selalu meniupnya dan kemarau panjang pun selalu menderanya. Selalu tumbuh walaupun sering ia dipotong dan dibuang karena dianggap mengotori jalan. Ia akan tumbuh dan berdaun lebat walaupun ulat selalu memakannya. Merontokkan daun-daunnya dan mematahkan batangnya yang terlihat lemas dan tak berdaya.

Musim kemarau yang datang menerjang tak mampu membuatnya mati meninggalkan kehidupan ini. Terjangan roda-roda kendaraan tak mematahkan akar-akar rumput liar yang menancap erat dalam bumi. Sebesar apapun rintangan yang menerpanya tak membuatnya lekang oleh zaman. Rumput liar akan terus hidup selama akarnya masih menancap erat dalam bumi. Ia akan terus memberikan oksigen sebagai sumber kehidupan bagi makhluk yang ada di sekitarnya. Rumput liar akan tetap menyediakan tempat yang nyaman bagi kehidupan ulat ulat kecil yang ada di dekatnya.

Inilah sebuah contoh kecil dari makhluk yang terabaikan dan tersingkirkan. Dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai pengganggu yang merusak filosofi sederhana yang terkadang tidak kita pahami sebagai manusia, makhluk yang paling sempurna ciptaan Tuhan. Manusia ditakdirkan bukan untuk mengeluh dan meminta. Manusia tercipta bukan menjadi perusak yang membuat hilangnya keseimbangan alam. Manusia bukan diciptakan untuk menjadi pecundang yang lari dari masalah dan memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya. Manusia juga bukan tercipta sebagai pengemis yang selalu meminta dan menunggu belas kasihan tanpa mau ada usaha yang keras.

Manusia itu tercipta sebagai pemimpin yang mampu menjaga keseimbangan alam dan ekosistemnya. Manusia adalah pelindung dari manusia itu sendiri dan apa yang ada dalam bumi ini. Semua masalah yang menimpa adalah cobaan yang menjadikan setiap oarng menjadi lebih kuat, lebih kuat dan lebih kuat lagi. Ujian yang datang silih berganti seperti kawah candradimuka yang menempa manusia menjadi manusia pilihan. Manusia pilihan yang bukan menuruti kesenangan akan dunia. Menjadi mentari yang menyinari alam raya, menembus kabut tebal yang menghalangi sinarnya. Manusia seperti bintang yang bersinar dalam kegelapan malam yang gulita.

Wahai manusia, belajarlah sekuat rumput liar dalam mengarungi kehidupan.
E. Kurnia